Salutasi

Isnin, 21 Februari 2011

Diari Sosiolinguistik


21 Febuari 2011
Situasi: Mengenali Bahasa Jawa
Tajuk: Bahasamu Bahasaku Jua

Bahasa Jawa adalah bahasa pertuturan yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa terutama di sesetengah bahagian Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia. Bahasa Jawa terbahagi menjadi dua yaitu Ngoko dan Kromo. Ngoko sendiri dalam perkembangannya secara tidak langsung terbagi-bagi lagi menjadi ngoko kasar dan ngoko halus ( campuran ngoko dan kromo ). Selanjutnya Krama itu terbagi lagi menjadi Krama, Krama Madya, Krama Inggil ( Krama Halus ). Krama Madya inipun agak berbeda antara Krama yang dipergunakan dikota / Sala dengan Krama yang dipergunakan di pinggiran / desa. Sedangkan Krama Haluspun berbeda antara Krama Halus/Inggil yang dipergunakan oleh kalangan Kraton dengan kalangan rakyat biasa.
Bahasa Jawa dianggarkan digunakan sekitar dua per tiga penduduk pulau Jawa. Bahasa jawa ini memiliki aksara-nya sendiri, yang dikembangkan dari huruf Pallava, dan juga huruf Pegon yang diubahsuai dari huruf Arab.
Penduduk Jawa yang berhijrah ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehinggakan terdapat kawasan penempatan mereka dikenali sebagai kampung Jawa, padang Jawa.

 Loghat

Loghat dalam Bahasa Jawa terbahagi menjadi dua kategori:
  1. Loghat Sosial
  2. Logat Daerah
Loghat dalam Bahasa Jawa menurut kelas sosial:
  1. Ngoko
  2. Ngoko Andhap
  3. Madhya
  4. Madhyantara
  5. Kromo
  6. Kromo Inggil
  7. Bagongan
  8. Kedhaton
Kedua loghat terakhir digunakan di kalangan keluarga Kraton dan sulit difahami oleh orang Jawa kebanyakan.
Perbezaan perkataan menurut loghat sosial dalam Bahasa Jawa boleh difahami melalui contoh berikut:
   * Bahasa Malaysia: "Saya ingin bertanya, di mana kah rumah Abang Budi?"
   * Bahasa Indonesia: “Maaf, saya mau tanya rumah kak Budi itu, di mana?”
  1. Ngoko kasar: “Eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’
  2. Ngoko alus: “Aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng endi?”
  3. Ngoko meninggikan diri sendiri: “Aku kersa ndangu, omahé mas Budi kuwi, nèng ndi?”
  4. Madya: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi?”
  5. Madya alus: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé mas Budi niku, teng pundi?”
  6. Krama andhap: “Nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
  7. Krama: “Nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?”
  8. Krama inggil: “Nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
Berdasarkan daerah, loghat dari Bahasa Jawa adalah sebagai berikut: Kelompok Bahasa Jawa Bahagian Barat :
  1. Loghat Banten
  2. Loghat Indramayu-Cirebon
  3. Loghat Tegal
  4. Loghat Banyumasan
  5. Loghat Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas)
Kelompok pertama di atas sering disebut bahasa Jawa ngapak-ngapak.
Kelompok Bahasa Jawa Bahagian Tengah :
  1. Loghat Pekalongan
  2. Loghat Kedu
  3. Loghat Bagelen
  4. Loghat Semarang
  5. Loghat Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
  6. Loghat Blora
  7. Loghat Surakarta
  8. Loghat Yogyakarta
Kelompok kedua di atas sering disebut Bahasa Jawa Standard, khususnya Loghat Surakarta dan Yogyakarta.
Kelompok Bahasa Jawa Bahagian Timur :
  1. Loghat Madiun
  2. Loghat Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro)
  3. Loghat Surabaya
  4. Loghat Malang
  5. Loghat Tengger
  6. Loghat Banyuwangi (atau disebut Bahasa Osing)
Kelompok ketiga di atas sering disebut Bahasa Jawa Timuran.

Aksara Jawa

Hanacaraka atau Carakan adalah aksara yang digunakan untuk menulis Bahasa Jawa di masa yang lampau. Aksara ini masih diajarkan di sekolah-sekolah di pulau Jawa. Seperti aksara Asia Tenggara lainnya, aksara ini juga mengambil model dari Aksara Pallava/Vatteluttu.









Contoh tulisan Vatteluttu oleh Rajaraja Chola I.
Meskipun begitu, masing-masing aksara telah memiliki bentuk yang berbeza sehingga masing-masing pengguna tidak mampu membaca aksara lain meskipun berada di dalam satu keluarga.
Huruf-huruf dasar dalam Hanacaraka/Carakan :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/32/Hanacaraka-jawa.png/400px-Hanacaraka-jawa.png
http://bits.wikimedia.org/skins-1.17/common/images/magnify-clip.png
Hanacaraka gaya Jawa, aksara-aksara dasar
Bila diucapkan, susunan aksara tersebut dapat membentuk kalimat: Hana Caraka (Terdapat Pengawal); Data Sawala (Berbeda Pendapat); Padha Jayanya (Sama kuat/hebatnya); Maga Bathanga (Keduanya mati).
Adapula tafsir berbeda yang diajarkan oleh Pakubuwono IX, Raja Kasunanan Surakarta. Tafsir tersebut adalah:
  • Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada " utusan " yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan ).
  • Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data " saatnya ( dipanggil ) " tidak boleh sawala " mengelak " manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.
  • Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha " sama " atau sesuai, jumbuh, cocok " tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu " menang, unggul " sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan " sekedar menang " atau menang tidak sportif.
  • Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.


KOMEN: 
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang unik selain bahasa Melayu di Malaysia. Bahasa ini masih lagi digunapakai oleh masyarakat Melayu di Malaysia yang berketurunan Jawa. Seperti bahasa-bahasa yang lain, bahasa ini juga mempunyai aksara dan sistem tertentu dalam aspek morfologinya. Akasranya banyak dipengaruhi oleh pengaruh Sanskrit lama seperti mana di aksara di alam Melayu tidak lama dahulu namun perkataan dan bunyinya tidak sama dengan bahasa Sanskrit. Penutur-penutur natif yang menggunakan bahasa ini tidak semestinya menggunakan sistem bahasa Jawa yang sebenar kerana penggunannya juga menggunakan loghat yang berbeza mengikut kelas sosial dan daerah. Oleh itu, tidak semestinya semua masyarakat yang berketurunan Jawa bercakap dengan menggunakan bunyi, kata dan ayat yang sama. Walaupun saya juga berketurunan Jawa, namun saya masih tidak lagi mahir menggunakan bahasa Jawa dengan baik, iaitu dari segi bunyi, kata dan ayatnya. Hal ini, kerana keluarga saya tidak begitu menerapkan penggunaan berdasarkan bunyi, kata atau ayat yang sepenuhnya yang sukar dan mengikut skema yang sebenarnya, tetapi banyak menerapkan bunyi, kata dan ayat yang mudah dan lazim digunakan dalam kehidupan seharian kini.



Tiada ulasan:

Catat Ulasan